Minggu, 05 Juni 2016

Dedaun Dan Gerimis

Dedaun Dan Gerimis

dedaun kering 
berguguran jatuh ......
tak bisa di halang oleh sepohon pokok
butiran gerimis.....
membasahi bumi .......
tak mampu ditahan oleh langit

siapa kita?
tak reda dengan takdirNya,
sedang diri...
tak kuasa menahan
gugurnya dedaun dan butiran gerimis.....

Sedarkah kita?
Hinanya kita....
kerdilnya kita.....

Maafkan Aku

Maafkan Aku

maafkan aku,
bukan tak sudi,
tapi kedatanganmu salah waktu,
bukan membenci,
tapi kehadiranmu tidak dinanti,
dan hatiku telah dipenuhi.....

maafkan aku,
bukan senyummu tidak menawan,
tapi senyummu hanya lebih melukakan
bukan wajahmu tidak menawan
tapi hanya lebih mengelirukan
dan hati terluka oleh kaum sejenismu....

maafkan aku,
bukan aku ingin bersendiri,
tapi aku masih belum ready,
bukan aku menyombong diri,
tapi aku tahu siapa diri ini.....

maafkan aku,
kerna kiranya pernah melukakanmu
itu bukan niatku.....

aku mencari...dan mencari...
kasih ilahi....
kerna aku tahu,
hanya dia yang tidak memungkiri,
hanya dia yang sudi...
hanya dia yang sentiasa di sisi.....

Tuhan,
ku pasrahkan diri.

MENANTI

MENANTI

Aku berpijak
Di tempat tak berpijak
Menanti dua kepak sayap
N’tuk membawaku terbang...

Aku diam
Di dalam keheningan
Menanti kegaduhan
Yang datang seiring gelapnya malam...

Aku minum
Di gelas tak berisi
Menanti utusan Tuhan
Yang memberikan air kehidupan...

Aku menangis 
Di dalam lautan
Menanti ombak besar
Yang menuntunku ke pantai...

Tapi aku hanya bisa menanti...

ninus.

Buat Sementara

Buat Sementara

Nantikanlah dengan hati-hati
Sesuatu yang diharap
Membawa kepastian
Melangkah kejayaan.

Begini mudah
Kata-kata jadi penguat jiwa
Yang sanggup nanti menentang segala rupa
Dugaan dalam pergolakan.

Meniti sekarang di atas jambatan seni
Di bawah-sudah menanti jurang dalam,
Pelan-pelan, hati-hati satu-satu langkah mara
Mahu sampai selamat biar lambat?

Meniti-niti perlahan
Pakai seribu kata-kata jampi;
Seperti menarah kelapa, supaya
Tempurung tanggal dan kepala bulat tiada cacat;
Nyata ini sia-sia- titi patah sederap
Bum! Teriak melengking tubuh hancur lumat
Jadi mainan bati keras berat.

Kenapa begini nasib melontarkan
Orang-orang yang hati-hati bersih suci
Selalu beringat, dan jalan cermat
Juga hasilnya kecewa.

Dan orang-orang yang dadak mengganas
Geraknya semberono,
Macam kilat melangkah itu jambatan
Sekarang berdiri bangga di seberang selamat.

Masuri S.N.

Syukur


Syukur

Kelambatanmu berjalan
Dalam kelam
Menangkap, mengikat segala hati
Keras beku jadi cair.

Dalam panas mengganggang
Menghisap segala jadi kering,
Engkau air basah
Menyejuk kalbu yang runsing.

Kerana dari mula jadi
Engkau ubat penawar.
Sampai di mana kesulitan
Engkau ubat penyenang.

Kalau aku engkau
Kalau engkau aku
Pertentangan menjadi;
Aku syukur sekarang kita begini.

Masuri S.N.

PUAS-PUAS


PUAS-PUAS

puas-puas bercakap
hati pun tergerak
untuk memerhatikan sikap
yang memihak

ke mana perkara akan dibawa
soal manusia soal dunia

puas-puas berfikir
begini jadinya
untuk bermenung menaksir
setiap yang terhasil:
masih tetap tertangkap
nada nafas yang tercunggap.

kemanusiaan, keduniaan
menjadi hukum percaturan;
rundingan dan kekuasaan
melihat berat pada kepalsuan

Masuri S.N. 
dewan sastera, April 1990

Tragedi

Tragedi

kita telah berpisah
tak mungkin kembali
namum masih kudengar
bisik kata dihatiku
kini tinggalah kenangan
masa indah bersamamu

tragedi kisah cinta kita
tragedi masa lalu…repeat

begitu banyak dapat kau b'rikan
tanpa rasa penyesalan
waktu berlalu tanpa resah
kukenang wajahmu
kupasrahkan segalanya
sekali lagi bersamamu